IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


JAMBI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1          Latar belakang
                Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
               

Kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy. Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir (1988 : 66) pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah. James E. Anderson (1978 : 33), memberikan rumusan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. 
Dalam kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997 : 64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak / berakibat sesuatu). Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar bersangkut-paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses kebijakan. implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
 

1.2       Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan kebijakan?
2.    Bagaimana tahapan implementasi kebijakan?
3.     Factor apa saja yang mendukung implementasi kebijakan?
4.    Apa saja model implementasi kebijakan?
5.    Bagaimana keberhasilan suatu implementasi kebijakan?
6.    Bagaimana kegagalan suatu implementasi kebijakan?
7.    Bagaimana implementasi kebijakan sekolah gratis?

1.3       Tujuan
1.      Mengetahui apa itu kebijakan
2.      Mengetahui  tahapan implementasi kebijakan
3.      Mengetahui faktor apa saja yang mendukung implementasi kebijakan
4.      Mengetahui model apa dalam implementasi kebijakan
5.      Mengetahui keberhasilan suatu implementasi kebijakan
6.      Mengetahui kegagalan suatu implementasi kebijakan
7.      Mengetahui implementasi kebijakan sekolah gratis



BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Pengertian Implementasi
            Dalam kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997 : 64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak / berakibat sesuatu). Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar bersangkut-paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses kebijakan.
2.2       Tahap-tahap Implementasi Kebijakan
Tahap-tahap Implementasi Kebijakan antara lain sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
2.    Menyebutkan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai secara tegas,
3.    Menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

            Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:
1.    Tahapan pengesahan peraturan perundangan;
2.    Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3.    Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4.     Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5.    Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai dengan segera. Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, yaitu mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembagalembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan negara.
 

2.3       Faktor-faktor Pendukung Kebijakan
            Faktor-faktor Pendukung Kebijakan  Menurut Warwick (1979), pada implementasi terdapat dua kategori faktor yang bekerja dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan proyek yaitu:
1)                 Faktor pendorong (facilitating conditions);
a.    Komitmen pimpinan politik: dalam praktek adalah terutama komitmen dari pimpinan pemerintah karena pimpinan pemerintah pada hakekatnya tercakup dalam pimpinan politik yang berkuasa didaerah.
b.    Kemampuan Organisasi: dalam tahap implementasi program hakekatnya dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas, seperti yang ditetapkan atau dibebankan pada salah satu unit organisasi.
c.    Komitmen Para Pelaksana (Implementers): salah satu asumsi yang sering kali terbukti keliru ialah jika pimpinan telah siap untuk bergerak, maka bawahan akan segera ikut.

2)      Faktor penghambat (impeding conditions).
a.    Banyaknya ‘Pemain’ (actors) Yang Terlibat Semakin banyak pihak yang terlibat dan turut mempengaruhi pelaksanaan, makin rumit komunikasi makin besar kemungkinan terjadinya ‘delay’ hambatan dalam proses pelaksanaan.
b.    Terdapatnya Komitmen atau Loyalitas Ganda
Dalam banyak kasus terjadi, pihak yang terlibat maupun seseorang yang seharusnya ikut berperan demi keberhasilan dalam menentukan ataupun menyetujui suatu proyek dalam pelaksanaannya masih mengalami penundaan karena adanya komitmen terhadap proyek, waktunya tersita oleh tugas-tugas lainnya atau program lain.

2.4       Model Implementasi Kebijakan
            Konsep model implementasi kebijakan model implementasi yang dikembangkan oleh para ahli banyak sekali, unruk lebih memahaminya dapat dilihat dari pembahasan berikut :
1.     Model Pendekatan Top-Down
            Model implementasi Top-Down (model rasional) digunakan untuk mengidentifikasi faktor–faktor yang membuat implementasi sukses. Van Meter dan Van Horn (1978) berpandangan bahwa dalam implementasi kebijakan perlu pertimbangan isi dan tipe kebijakan. Hood (1976) menyatakan implementasi sebagai administrasi yang sempurna. Gun (1978) menyatakan ada beberapa syarat untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna. Grindle (1980) memandang implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Mazmanian dan Sabatier (1979) melihat implementasi dari kerangka implementasinya.
            Van Meter dan Van Horn (Abdul Wahab, 1997), memandang implementasi kebijakan sebagai those actions by publik or provide individuals (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decision (tindakan– tindakan yang oleh individu–individu / pejabat–pejabat atau kelompok–kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan–tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan). Dalam teorinya, Van Meter dan van Horn beranjak dari suatu argumentasi bahwa perbedaan–perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilakukan.
            Selanjutnya keduanya menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan dengan prestasi kerja (performance). Mereka menegaskan pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep–konsep penting dalam prosedur–prosedur implementasi.

2.    Model Pendekatan Bottom-Up
            Pendekatan Bottom-Up ini sering pula dianggap sebagai lahan harapan (promised land), bertolak dari pengidentifikasian kerangka aktor-aktor yang terlibat dalam “service delivery” di dalam satu atau lebih wilayah lokal dan mempertanyakan kepada mereka tentang arah, strategi, aktivitas dan kontak-kontak mereka. Selanjutnya model ini menggunakan “kontak” sebagai sarana untuk mengembangkan teknik network guna mengidentifikasi aktor-aktor lokal, regional dan nasional yang terlibat dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan program pemerintah dan non pemerintah yang relevan. Pendekatan ini menyediakan suatu mekanisme untuk bergerak dari street level bureaucrats (the bottom) sampai pada pembuatan keputusan tertinggi (the top) disektor publik maupun privat. Dalam hal ini kebijakan dilakukan melalui bergaining (eksplisit atau implisit) antara anggota-anggota organisasi dan klien mereka. Dalam pendekatan Bottom-Up pun masih menemukan kelemahan, karena asumsinya bahwa implementasi berlangsung di dalam lingkungan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi, sehingga pendekatan ini keliru dalam menerima kesulitan empiris sebagai statemen normatif maupun satu-satunya basis analisis atau komplek masalah organisasi dan politik. Selain itu petugas lapangan tentu pula melakukan kekeliruannya. Karena itu berbahaya untuk menerima realitas deskriptif yang menunjukan bahwa birokrat lapangan membuat kebijakan.

3.    Model Pendekatan Sintesis (Hybrid Theories)
            Model pendekatan yang dikembangkan oleh Sabatier sintesanya mengkombinasikan unit analisis bottom-upers, yaitu seluruh variasi aktor publik dan privat yang terlibat didalam suatu masalah kebijakan, dengan top-downers, yaitu kepedulian pada cara-cara dimana kondisi-kondisi sosial ekonomi dan instrumen legal membatasi perilaku. Pendekatan ini tampaknya lebih berkaitan dengan konstruksi teori daripada dengan penyediaan pedoman bagi praktisi atau potret yang rinci atas situasi tertentu.
2.5       Keberhasilan Implementasi Kebijakan
            Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif  hasil.
a.    Perspektif proses: program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program.
b.    Perspektif hasil: program dapat dinilai berhasil manakala program membawa dampak seperti yang diinginkan.
            Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan atau sebaliknya.

2.6       Kegagalan Implementasi Kebijakan
            Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure ) atas non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful implementation  (implementasi yang tidak berhasil) adalah sebagai berikut:
a.       Tidak terimplementasikan: suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai denganrencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau bekerja sama atau mereka telah bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan. Kegagalan ini lebih pada faktor teknis pelaksanaan dan unsur pelaksana.
b.      Implementasi yang tidak berhasil: tidak mencapai hasil tertentu manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (misalnya tiba– tiba terjadi peristiwa pergantian kekuasaan, bencana alam dan sebagainya) kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasilakhir yang dikehendaki.
c.       Kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal itu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pelaksanaannya jelek (bad execution ), kebijakannya sendiri jelek (bad policy ) atau kebijakan itu memang bernasib jelek (bad luck).
2.7       Implementasi Kebijakan Program Sekolah Gratis
Sekolah Gratis merupakan program pemerintah untuk membebaskan biaya sekolah dari Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah gratis adalah harapan baru bagi anak-anak miskin yang sebelumnya tidak memiliki harapan dan tidak berani bermimpi bisa mengenyam pendidikan.  Isu sekolah gratis telah lama didengungkan oleh pemerintah. Kini kebijakannya telah terealisasi dan sedang gencar-gencarnya disosialisasikan lewat berbagai media. Kebijakan sekolah gratis ini merupakan bentuk realisasi anggaran pendidikan  20% yang sejak dulu digodok parlemen. Masyarakat tentu senang dengan adanya sekolah gratis. Pendidikan yang mahal dan sulit semakin sirna. Mereka bisa lebih lega dalam menyekolahkan anak-anaknya.
 Kebijakan yang baru-baru ini telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengenai pembebasan biaya sekolah di tingakat SD dan SMP baik negeri maupun swasta. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan program kerja pemerintah. Selain dari itu juga dalam rangka meningkatkan SDM yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Dalam menetapkan kebijakan tersebut pemerintah tidak serta merta asal dalam menetapkan kebijakan tersebut. Pastinya pemerintah mengambil keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan dan pemikiran yang cukup matang demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi, “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila pemerintah dan seluruh masyarakat mampu bekerjasama demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia.
Setiap anak didik berhak mendapat pendiidikan sesuai dengan agama, bakat / minat, dan kemampuan (fisik, psikologis, ekonomi), serta berkewajiban, menjaga norma pendidikan serta menanggung biaya penyelenggaran Sekolah gratis memang sangat membantu masyarakat sesuai undang-undang dasar bahwa pendidikan dijamin oleh negara. Namun dari rasa senang dan bangga adanya kebijakan sekolah gratis, berbagai kalangan ragu tentang pelaksanaan kebijakan yang sejak dulu diharapkan ini.
Ada beberapa kekhawatiran tentang sekolah gratis ini, salah satunya tentang anggaran. Yang jelas anggaran untuk operasional sekolah dan biaya  lainnya tidak cukup. Sehingga ujung-ujungnya  para orang tua masih perlu mengeluarkan biaya untuk menutupi kekurangan tersebut. Jika demikian, maka sekolah gratis ini tidak 100% karena masyarakat masih mengeluarkan biaya sekolah walaupun kecil. Karena kenyataannya banyak daerah yang menarik dana alokasi pendidikan di daerahnya begitu tahun dana BOS turun. Daerah menganggap BOS sudah cukup memenuhi kebutuhan dana bagi terlaksananya kebijakan sekolah gratis tersebut.
Banyak sekolah mengeluhkan dana BOS bagi terwujudnya kebijakan sekolah gratis. Hal ini dikarenakan BOS hanya digunakan untuk membiayai kegiatan akademik saja. Untuk kegiatan ekstrakurikuler, dana BOS tidak cukup untuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Dalam kenyataannya, kegiatan ekstrakurikuler sangat menunjang kegiatan akademik sekolah. Karena dengan ekstrakurikuler, kualitas sekolah akan terlihat bermutu atau tidak, seperti halnya kegiatan lomba, kualitas sebuah sekolahan akan terlihat disitu.
Di sisi guru, dampak adanya sekolah gratis ini akan begitu nyata. Persoalannya sama, masalah insentif. banyak guru kehilangan insentifnya karena dihapus sejak pemberlakuan kebijakan sekolah gratis ini. Padahal bagi guru yang belum diangkat atau honorer, insentif sangat berarti karena ada pemasukan tambahan, terutama bagi guru yang mengampu kegiatan ekstrakurikuler. Kini insentif  itu diperoleh dari dana BOS hanya jika kegiatan saja. Kegiatan seperti mengawasi ulangan umum pun honornya tidak seberapa.
Insentif/gaji merupakan salah satu  motivasi bagi guru dalam mengajar. Hal ini telah diteliti dari dulu hingga sekarang bahwa motivasi guru sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dalam proses pembelajaran. Guru yang termotivasi akan memberikan pembelajaran segenap kemampuannya. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi tidak ada, akan berdampak pula dalam pembelajaran yang kurang. Akibatnya, siswa sebagai objek pembelajaran akan terganggu pula dalam proses penyerapan ilmu dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam mengeluarkan kebijakan, agaknya lebih dahulu melakukan berbagai pertimbangan. Seperti kebijakan sekolah gratis ini dirasa perlu pendalaman dan observasi untuk mengkaji lebih jauh tentang baik tidaknya kebijakan ini diterapkan sekarang, kebijakan sekolah gratis ini seakan dipaksakan (belum ada persiapan matang) dan bermuatan politis. Namun, dengan kenyataan seperti ini kebijakan selanjutnya adalah segera mengevaluasi kebijakan sekolah gratis dan memperbaikinya disana sini. Sehingga perwujudan sekolah gratis yang diperuntukan demi rakyat akan lebih terasa tanpa beban apapun.
Dampak lain dari kebijakan ini adalah pemenuhan sarana prasarana. Sarana prasarana sangat dibutuhkan dalam pembelajaran. Dengan adanya kebijakan sekolah gratis ini bagaimana untuk pemenuhan sarana prasarana? Dampak kebijakan ini memang polemic sekali. Diuntungkan tapi dirugikan juga. Ruginya jika sekolah memungut biaya isu tak sedap menyebar apalagi sampai terdengar pengawas bahkan LSM.
Sebuah keputusan atau kebijakan lahir dari sebuah pemikiran panjang dan penuh pertimbangan. Sama halnya dengan kebijakan sekolah gratis. Peristiwa tersebut kedengarannya sangat biasa tetapi pada kenyatannya adalah sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara. Karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja
Alhasil kebijakan sekolah gratis mampu memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional, yang mana kebijakan tersebut dapat memberikan sedikit titik terang bagi dunia pendidikan yang selama ini sangat kurang sekali perhatiannya oleh pemerintah. Adapun dampak yang mampu ditimbulkan dari sekolah gratis ini, diantaranya :
1.    Mampu memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku pendidikan yang selama ini hanya ada dalam bayangan dan angan-angan mereka saja
2.    Mampu meningkatkan mutu pendidikan kedepannya
3.    Mampu mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan
4.    Mampu menghasilkan SDM yang berkualitas
5.    Mampu mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu ikut mencerdaskan anak bangsa.
Dari sebuah keputusan yang besar seperti “Kebijakan Sekolah Gratis” tersebut selain mampu memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, juga dapat memberikan dampak negatif dari adanya penetapan kebijakan tersebut, diantaranya :
1.    Dengan program sekolah gratis rakyat yang masih awam akan berfikiran bahwa mereka hanya cukup dengan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat SD atau SMP saja.
2.    Biaya yang digratiskan hanyalah biaya administrasinya saja, sehingga menimbulkan peluang untuk terjadinya penyalahgunaan dari pihak-pihak sekolah yang tidak bertanggung jawab, misalnya mau tidak mau siswa dipaksa untuk membeli buku-buku pelajaran , LKS, dan biaya Bimbel yang akhirnya tetap tidak gratis juga
3.    Menimbulkan sebagian Peserta didik berlaku seenaknya dalam hal belajar ataupun pembiayaan.
4.    Apabila sekolah membutuhkan dana untuk keperluan pengadaan peralatan yang mendadak akan keteteran.
Untuk meningkatkan mutu sekolah dan meningkatkan output yang lebih baik, harus ada sinergi yang bagus antara kepala sekolah dengan komite sekolah yang diwakili oleh masyarakat. Kepala sekolah bertanggung jawab atas seluruh pengelolaan sekolah, baik yag bersifat internal maupun eksternal sekolah, namun satu sisi pula, komite berhak memberikan berbagai pertimbangan atas rancangan yang dibuat oleh kepala sekolah beserta jajarannya. Terjadinya interaksi antara kepsek dan komite sekolah inilah yang dikatakan hubungan social budaya dalam pendidikan. Dengan adanya sinergi yang baik antara kepsek dan komite sekolah, maka akan dapat menghasilkan sebuah program sekolah yang  baik.
 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKNIK PENILAIAN PENGETAHUAN MELALUI TES LISAN

DOMAIN AFEKTIF RESPONDING DAN DOMAIN PSIKOMOTORIK MANIPULASI